Kamis, 20 Februari 2014

BEBAN KERJA FISIK VS BEBAN KERJA MENTAL



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman (dalam Luthans, 1998), stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan. Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003), merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel- variabelnya saling berkaitan.
Selye (dalam Rice, 1992), menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terry B dan John N menyatakan gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi dan hiperaktif, merasa frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan dan sensitive, merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri dan depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala fisiologis seperti: meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur). Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan produktivitas.
Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992), ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja, salah satunya adalah kondisi kerja, seperti people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, kemajuan teknologi (technostres), beban kerja yang kurang (work underload) dan beban kerja yang berlebihan (work overload). Seringkali beban kerja yang berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit Pada umumnya pegawai yang memiliki beban kerja yang tinggi cenderung menimbulkan stres kerja, hal ini juga dipengaruhi oleh masa bekerja dan faktor internal pegawai (Buchari, 2007).

B.     Rumusan masalah
1.      mengapa terjadi kelelahan kerja?
2.      apa itu beban kerja fisik?
3.      apa itu beban kerja mental?
4.      bagaimana perbandingan antar beban kerja fisik dan beban kerja mental?
5.      bagaimana dampak beban kerja fisik dan mental?

C.    Tujuan
1.      mahasiswa dapat  memahami pengertian kelelahan kerja
2.      mahasiswa dapat memahami pengertian beban kerja fisik
3.      mahasiswa dapat memahami pengertian beban kerja mental
4.      mahasiswa dapat membandingkan antara beban kerja fisik dan beban kerja mental
5.      mahasiswa dapat mengetahui dampak beban kerja fisik dan beban kerja mental



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Beban Kerja
Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008).
Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia (Menpan, 1997, dalam. Utomo, 2008).
B.     Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Rodahl (1989) dan Manuaba (2000, dalam Prihatini, 2007), menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1) Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :
a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab pekerjaan.
b. Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis.

Ketiga aspek ini disebut wring stresor.
2) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan. keinginan dan kepuasan).
C.    Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000, dalam Prihatini, 2007).
Tanda-Tanda Stres Berkaitan Tingkat Beban Kerja :
Menurut Keith W. Sehnert (1981), tanda-tanda stres yang dialami berkaitan dengan tingkat beban kerja yaitu :

Tabel 2.1. Tanda-tanda Stres Berkaitan dengan Beban Kerja Terlalu Sedikit Beban
Penampilan Optimal
Terlalu Banyak Beban

• Kebosanan
• Terlalu mampu dalam pekerjaan
• Apatis
• Tidur yang tak menentu dan terganggu
• Lekas Marah
• Menurunnya semangat kerja
• Kecanduan alcohol
• Kelesuan


• Kegembiraan
• Semangat yang tinggi
• Kewaspadaan mental
• Energi yang tinggi
• Daya ingat yang lebih baik
• Persepsi yang tajam
• Ketenangan dalam keadaan tertekan


• Insomnia (tidak dapat tidur)
• Lekas marah
• Kecanduan alcohol
• Perubahan dalam hal nafsu makan
• Apatis
• Hubungan yang tegang
• Penilaian yang tidak baik
• Kesalahan yang meningkat
• Kurangnya kejelasan
• Keragu-raguan
• Pengunduran diri
• Hilangnya perspektif
• Ingatan yang kurang





















BAB III
PEMBAHASAN
A.    Beban Kerja Fisik
Secara garis besar, kegiatan manusia dapat digolongkan dalam dua komponen utama yaitu kerja fisik (menggunakan otot sebagai kegiatan sentral) dan kerja mental (menggunakan otak sebagai pencetus utama). Kedua kegiatan ini tidak dapat dipisahkan secara sempurna mengingat terdapat hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Namun, jika dilihat dari energi yang dikeluarkan, maka kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan dengan kerja fisik.
Beban Kerja Fisik: Perkerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan kegiatan fisik semata akan mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh yang dapat dideteksi melalui perubahan:
a)       Konsumsi oksigen;
b)       Denyut jantung;
c)       Peredaran darah dalam paru-paru;
d)       Temperatur tubuh;
e)       Konsentrasi asam laktat dalam darah;
f)        Komposisi kimia dalam darah dan air seni;
g)       Tingkat penguapan, dan faktor lainnya.
Kerja fisik akan mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada saat kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung yaitu dengan pengukuran kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen.
Pengukuran beban kerja fisik merupakan pengukuran beban kerja yang dilakukan secara obyektif dimana sumber data yang diolah merupakan data-data kuantitatif,

misalnya:
1.      Denyut jantung atau denyut nadi
Denyut jantung atau denyut nadi digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis seseorang sebagai manifestasi dari gerakan otot. Semakin besar aktifitas otot maka akan semakin besar fluktuasi dari gerakan denyut jantung yang ada, demikian pula sebaliknya.
Menurut Grandjean (1998) dan Suyasning (1981), beban kerja dapat diukur dengan denyut nadi kerja. Selain itu, denyut nadi juga dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisik atau derajat kesegaran jasmani seseorang. Denyut jantung (yang diukur per menit) dapat digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan seseorang. Cara lain yang dapat dilakukan untuk merekam denyut jantung seseorang pada saat kerja yakni dengan menggunakan electromyography (EMG).
Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaan yang dilakukannya. Beban kerja sangatlah berpengaruh terhadap produktifitas dan efisiensi tenaga kerja, beban kerja juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keselamatan dan kesehatan para pekerja. Dalam ergonomi atau hygiene Industri diatur suatu metode pengaturan menu makanan untuk para pekerja agar memenuhi gizi dan kebutuhan kalori mereka sesuai dengan beban kerja fisik yang dilakukan.

Beban kerja fisik selalu berkaitan dengan pergerakan otot. Salah satu kebutuhan umum dalam pergerakan otot adalah oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi, dan satusan energi adalah kalori, sedangkan menghitung kalori adalah menghitung asupan energi. Energi diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein.

Dalam penerapannya untuk mengetahui kategori beban kerja karyawan tentu diperlukan waktu untuk melakukan penelitian dan studi dilapangan. Sebelum melakukan perhitungan beban kerja sebaiknya anda mengetahui istilah-istilah berikut ini :
Metabolisme basal (MB): Energi minimal yang dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan proses-proses hidup yang dasar, dalam satuan kalori per satuan waktu.
MB laki-laki = Berat badan (kg) X 1 Kkal/jam
MB perempuan = Berat badan (kg) X 0,9 Kkal/jam
Kerja ringan: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi sebesar 100 Kkal/jam sampai 200 Kkal/jam
Kerja sedang: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi lebih besar dari 200 Kkal/jam sampai 350 Kkal/jam
Kerja berat: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi lebih besar dari 350 Kkal/jam sampai 500 Kkal/jam
Ket: 3 point terakhir berdasarkan Menteri Tenaga Kerja melalui Kep. No. 51 tahun 1999 mengenai kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori.

Kebutuhan kalori sehari ditentukan oleh jenis pekerjaan, jenis kelamin, usia, dan aktivitas fisik. Pekerja kantor membutuhkan sekitar 2.500 kalori sehari. Atlet mungkin lebih dari 3.500 kalori. Pasien kencing manis di bawah 2.000 kalori, tergantung berat badan idealnya. Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :
a)      Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 100 kilo joule (23,87 kilo kalori) per 24 jam per kg BB. Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 98 kilo joule (23,39 kilo kalori) per 24 jam per kg BB.
b)      Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhaan kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau berat ringannya pekerjaan.
c)      Kebutuhan kalori untuk aktivitas-aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas diluar kerja adalah ± 2400 kilo joule (573 kilo kalori) untuk laki-laki dewasa dan sebesar 2000 – 2400 kilo joule (425 – 477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.
Kegiatan penelitian dan penilaian beban kerja diawali dengan pengukuran berat badan pekerja (bisa di ambil sampel atau rata-rata BB pekerja), pengamatan terhadap segala aktivitas pekerja dan perhitungan kebutuhan kalori pekerja. Tentunya kegiatan ini juga membutuhkan peralatan yaitu timbangan dan stop watch. Kalo seandainya anda malas melakukan pengamatan langsung, anda bisa memanfaatkan handy cam atau rekaman CCTV untuk merekam semua kegiatan kerja karyawan.
Prosedur pengamatannya adalah seperti berikut:
Amati setiap aktivitas tenaga kerja (kategori jenis pekerjaan dan posisi badan) sekurang-kurangnya 4 jam kerja dalam 1 hari kerja dan diambil rerata setiap jam
Hitung dan catat waktu aktivitas kerja menggunakan stopwatch
Beban kerja setiap aktivitas tenaga kerja dinilai menggunakan table perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energy
Hitung beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori karyawan
Tabel perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energi SNI 7269: 2009
Rata-rata beban kerja dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
Dimana total beban kerja dapat dihitung menggunakan:
Keterangan:
BK = Beban kerja per jam
BK1, BK2,… BKn = beban kerja sesuai aktivitas kerja 1,2..n dalam satuan menit
T = waktu dalam satuan menit
T1, T2, … Tn = waktu sesuai dengan aktivitas kerja 1,2,..n dalam satuan menit
MB = Metabolisme basal
Contoh:
Seorang pekerja laki –laki berumur 28 tahun, dengan berat badan 64 Kg. Melakukan pekerjaan menempa besi sambil berdiri selama 30 menit, duduk mengemas barang selama 10 menit, berjalan menjinjing besi dengan berat 5 kg selama 7 menit, dan memindahkan barang seberat 3 Kg sambil berjalan mendaki selama 10 menit, dalam hal ini kebutuhan kalori menurut energi yang dikeluarkan dari aktivitas kerja dapat dihitung sebagai berikut (data-data dibawah diperoleh dengan melihat table perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energi)
Pekerjaan menempa besi (pekerjaan dengan dua lengan, dilakukan sambil berdiri) termasuk nomer 3, Kategori II, Posisi badan 2
Pekerjaan menjinjing beban 5 kg (pekerjaan dengan satu lengan, sambil berjalan) termasuk nomer 2, Kategori II, Posisi badan 3
Pekerjaan mengemas barang (pekerjaan dengan dua lengan, sambil duduk) termasuk nomer 3 kategori I, posisi badan 1
Pekerjaan memindahkan barang (pekerjaan menggunakan gerakan badan , dan dilakukan sambil mendaki) termasuk nomer 4, Kategori II, Posisi badan 4


Perhitungan:

Jadi beban kerja yang diterima oleh pekerja tersebut termasuk kategori Berat.
Hasil perhitungan diatas yaitu hasil dari pengamatan dalam waktu 1 jam. Pengamatan minimal dilakukan selama 4 jam. Karyawan dengan kategori beban kerja berat tentunya membutuhkan waktu istirahat yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Sebagai tambahan ada sebuah sumber yang menyebutkan pada fisiologi kerja meneliti konsumsi energi yang dibutuhkan untuk berbagai macam jenis pekerjaan untuk aktivitas individu adalah untuk pria 1,2 kkal/menit dan untuk wanita 1,0 kkal/menit.
Ergonomi adalah ilmu yang merancang suatu sistem kerja. Salah satu tolak ukur perancangan atau desain yang ergonomis adalah denyut nadi pekerja lebih rendah dan stabil serta pengeluaran kalori dari dalam tubuh pekerja lebih rendah yang artinya dalam kerja tersebut lebih sedikit membutuhkan energi atau kalori sehingga keselamatan, kesehatan, dan produktivitas kerja dapat dioptimalkan tentunya dengan pemberian gizi yang seimbang pula. Untuk penilaian beban kerja berdasarkan denyut nadi.
2.      Konsumsi oksigen
Oksigen yang dikonsumsi oleh seseorang tentunya akan dipengaruhi oleh intensitas pekerjaan yagn dilakukan. Secara khusus, konsumsi oksigen dapat dibandingkan dengan kapasitas kerja fisik (physical work capacity – PWC). PWC menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang pada setiap menitnya. Menurut Astrand dan Rodahl (1986), persentase PWC yang tinggi pada suatu pekerjaan tertentu akan mengindikasikan beban fisik atau kelelahan yang dialami.
B.     Beban kerja mental
Beban yang dialami seorang pekerja dapat berupa:
a)      Beban fisik
b)      Beban mental/psikologis
c)      Beban sosial/moral yang timbul dari lingkungan kerja.
Beban kerja sebaiknya dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan baik fisik maupun mental pekerja.
Definisi beban kerja mental menurut Henry R.Jex (1988): Beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi.
Beban kerja mental seseorang dalam menangani suatu pekerjaan dipengaruhi oleh:
a)      Jenis aktivitas dan situasi kerjanya
b)      Waktu respon dan waktu penyelesaian yang tersedia
c)      Faktor individu seperti tingkat motivasi, keahlian, kelelahan/kejenuhan
d)     Toleransi performansi yang diizinkan.

1.      Pengukuran Beban Mental
Secara Teoritis: Pendekatan ergonomi-biomekanik
Pendekatan ini mencakup pengukuran proses persepsi, neuromotorik, dan biomekanik serta level kelelahan/kejenuhan pekerja.
Pendekatan psikologis: Pengukuran pendekatan psikologis menggunakan atribut-atribut seperti motivasi, antisipasi, keterampilan, dan batas marginal kelelahan.
Secara Teknis: Pengukuran beban kerja mental secara objektif (Objective Workload Measurement). Pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective Workload Measurement).

2.      Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Objektif
Yaitu suatu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah adalah data-data kuantitatif. Yang termasuk ke dalam pengukuran beban kerja mental ini diantaranya:
a)      Pengukuran denyut jantung: Pengukuran ini digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis seseorang sebagai manifestasi gerakan otot. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan perekaman gambar video, untuk kegiatan motion study.
b)      Pengukuran cairan dalam tubuh: Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kadar asam laktat dan beberapa indikasi lainnya yang bisa menunjukkan kondisi dari beban kerja seseorang yang melakukan suatu aktivitas.
c)      Pengukuran waktu kedipan mata: Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya durasi kedipan matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan (tidak terbebani mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat.
d)     Pola gerakan bola mata: Umumnya gerakan bola mata yang berirama akan menimbulkan beban kerja yang optimal dibandingkan dengan gerakan bola mata yang tidak beraturan.
Pengukuran dengan metode lainnya:
Alat ukur Flicker: Alat ini dapat menunjukkan perbedaan performansi mata manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap individu. Perbedaan nilai flicker ini umumnya sangat dipengaruhi oleh berat/ringannya pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan kerja mata.
Ukuran performansi kerja operator. Ukuran-ukuran ini antara lain adalah:
            - Jumlah kesalahan (error)
            - Perubahan laju hasil kerja (work rate).
3.      Pengukuran Beban Kerja Secara Subyektif
Yaitu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala psikometri untuk mengukur beban kerja mental.
Cara membuat skala tersebut dapat dilakukan baik secara langsung (terjadi secara spontan) maupun tidak langsung (berasal dari respon eksperimen). Metode pengukuran yang digunakan adalah dengan memilih faktor-faktor beban kerja mental yang berpengaruh dan memberikan rating subjektif.  Tahapan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subyektif :
a)      Menentukan faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan yang diamati.
b)      Menentukan range dan nilai interval.
c)      Memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk tugas-tugas-tugas yang spesifik.
d)     Menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban kerja.
Tujuan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif
a)      Menentukan skala terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental dalam percobaan.
b)      Menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan yang berbeda.
c)      Mengidentifikasi faktor beban kerja mental yang secara signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan subjektif dengan menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu.
Metode Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif
a)      NASA-TLX
            Dikembangkan oleh NASA Ames Research Center. NASA-Task Load Index adalah prosedur rating mutidimensional, yang membagi beban kerja (workload) atas dasar rata-rata pembebanan 6 subskala yaitu:
a)      Mental demands
b)      Physical demands
c)      Temporal demands
            3 subskala di atas berhubungan dengan orang yang dinilai/diukur (object assessment).
a)      Own performance
b)      Effort
c)      Frustation
            3 subskala ini berhubungan dengan interaksi antara subjek dengan pekerjaannya (task).
b)      Harper Qoorper Rating (HQR)
Yaitu suatu alat pengukuran beban kerja dalam hal ini untuk analisis handling quality dari perangkat terbang di dalam cockpit yang terdiri dari 10 angka rating dengan masing-masing keterangannya yang berurutan mulai dari kondisi yang terburuk hingga kondisi yang paling baik, serta kemungkinan-kemungkinan langkah antisipasinya.
Rating ini dipakai oleh pilot evaluator untuk menilai kualitas kerja dari perangkat yang diuji di dalam kokpit pesawat terbang.
c)      Task Difficulty Scale
a)      Dikembangkan dan dipakai oleh AIRBUS Co. Perancis untuk menguji beban kerja statik di dalam rangka program sertifikasi pesawat-pesawat yang baru dikembangkannya.
b)      Prinsip kerjanya hampir sama dengan prinsip kerja HQR tetapi lebih menekankan kepada bagaimana cara menilai tingkat kesulitan dari pengoperasian instrumen-instrumen kontrol di dalam kokpit.
d)     Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)
Dikembangkan oleh Harry G. Armstrong, Aerospace Medical Research Laboratory Wright-Patterson Air Force Base, Ohio, USA untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengukur beban kerja dalam lingkungan yang sebenarnya (real world environment).
Dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT :
Scale Development
            Subjek (orang) diminta untuk melakukan pengurutan kartu sebanyak 27 kartu kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai beban kerja tertinggi menurut persepsi masing-masing subjek.
Event Scoring
            Di sini subjek (orang) ditanyakan SWAT rating-nya dari masing-masing task, kemudian SWAT rating tersebut dihitung dengan menggunakan SWAT program di dalam komputer untuk mengetahui workload score dari masing-masing kombinasinya.
Menurut SWAT model, performansi kerja manusia terdiri dari 3 dimensi ukuran beban kerja yaitu:
a.       Time Load (T), terdiri dari tiga kategori rating yaitu : time load rendah, time load menengah, dan time load tinggi.
b.      Mental Effort Load, yang terdiri dari tiga kategori rating yaitu: mental effort rendah, mental effort menengah, dan mental effort tinggi.
c.       Psychological Stress Load, yang terdiri dari tiga kategori rating yaitu : psychological stress rendah, psychological stress menengah, dan psychological stress tinggi.
Pengukuran dengan Metode SWAT
Pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat digunakan pada:
Dunia penerbangan
Sektor industri, seperti pada pabrik-pabrik tekstil, pabrik-pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, dan pabrik-apbrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat kecermatan yang tinggi
Sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.
Cara Pelaksanaan Pengukuran Metode SWAT
  1. Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada subjek (orang) yang akan diteliti.
  2. Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek.
  3. Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian di‘download’ di computer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari SWAT score untuk tiap subjek.
  4. Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban kerjanya (workload), yang terdiri dari :
    1. Time Load (T) : rendah, menengah, dan tinggi.
    2. Mental Effort Load (E) : rendah, menengah, dan tinggi.
    3. Psychological Stress Load (S) : rendah, menengah, dan tinggi.
            Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40, maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjanya (workload) tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.
5.      Meng-assess pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari Time Load, Mental Effort, da Stress Load) dikategorikan sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah, menengah, atau tinggi menurut yang bersangkutan.
6.      Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat diantisipasi langkah selanjutnya.





BAB IV
KESIMPULAN


A.    Kesimpulan
Perbedaan antara beban kerja fisik dan beban kerja mental
     beban kerja fisik
beban kerja mental
1. mengandalkan kegiatan fisik

2.dipengaruhi faktor eksternal dan Faktor internal
3. dapat dilakukan pengukuran dengan data-data kuantitatif
1.  kelebihan kapasitas maksimum beban mental
2. dipengaruhi faktor psikologis

3. dapat dilakukan pengukuran dengan data-data kuantitatif

Manusia sebagai salah satu komponen penting dalam organisasi maupun kegiatan industri (baik yang menghasilkan produk maupun jasa) memiliki keterbatasan dan kelebihan satu dengan lainnya. Agar manusia ini dapat bekerja dan menghasilkan suatu output yang optimal maka penting untuk diperhatikan berbagai aspek terkait dengan manusia tersebut. Human factor sebagai salah satu unsur keilmuan yang sangat erat kaitannya dengan aspek manusia menjadi penting untuk diperhatikan. Untuk itu, berbagai metoda yang dilakukan untuk mendekati dan menentukan karakteristik pada manusia terkait dengan human factor. Salah satu hal yang dilakukan yakni dengan menentukan beban kerja pada manusia tersebut khususnya yang terkait dengan beban kerja fisik dan beban kerja mental. Hal ini sangat bermanfaat guna mengetahui dan memahami manusia yang akan melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat spesifik.



B.     Saran
diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga kerja. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja sehingga akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja. Hal tersebut akan dapat terlaksana dengan adanya kebijaksanaan manajemen dan komitmen dari manajemen untuk selalu memperhatikan penanganan lingkungan yang berkesinambungan dan kerja sama antara pihak pengusaha sebagai pemberi fasilitas dan tenaga kerja sebagai pengguna fasilitas, dimana masing-masing pihak menyadari tugasnya dalam rangka menciptakan tempat kerja yang aman dan nyaman dan sebisa mungkin tenaga kerja dapat meminimalisir kelelahan kerja akibat beban kerj afisik maupun beban kerja mental.


3 komentar: