Kamis, 20 Februari 2014

ANALISIS PERBEDAAN DAN PERUBAHAN PP RI NO 14 TAHUN 1993 DENGAN PP RI N0 53 TAHUN 2012



PEMBAHASAN

Penyelenggaraaan jaminan social tenaga kerja di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah  Nomor 14 Tahun 1993 dan telah beberapa kali diubah dan terakhir diubah dengan PP Nomor 53  Tahun 2012. Jika disimak perubahan-perubahan terhadap Nomor 14 Tahun 1993 yang  setidaknya sudah dilakukan 8 kali perubahan dan terakhir dirubah dengan PP No. 53 tahun 2012.  Seringnya terjadi perubahan terhadap PP yang mengatur tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja itu, tentu dengan berbagai alasan yang antara lain sebagai berikut;

Dalam PP No. 79 Tahun 1998 disebutkan pertimbangan perubahan terhadap PP  Nomor 14 Tahun 1993  bahwa besarnya pemberian santunan kematian dan biaya pemakaman akibat kecelakaan kerja,serta seluruh biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan kerja perlu ditinjau ulang karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pekerja.

Pada PP No  83 Tahun 2000 disebutkan pertimbangan perubahan terhadap PP No 14 Tahun 1993 adalah bahwa besarnya pemberian santunan kematian dan biaya pemakaman akibat kecelakaan kerja, serta seluruh biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan kerja perlu ditinjau ulang karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pekerja. Pada PP No 26 Tahun 2002 pertimbangan perubahannya PP No 14 Tahun 1994 adalahbahwa besarnya santunan kematian dan biaya pemakaman bagi pekerja/buruh yang meninggal dunia sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan keluarga pekerja/buruh yang ditinggalkan. Pada PP Nomor 64 Tahun 2005 perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 dengan pertimbangan bahwa besarnya santunan kematian dan biaya pemakamanbagi pekerja/buruh yang meninggal dunia sudah tidak sesuailagi dengan kebutuhan keluarga pekerja/buruh yangditinggalkan; dan bahwa besarnya biaya pengobatan dan perawatan untuk satuperistiwa kecelakaan bagi pekerja/buruh yang mengalamikecelakaan kerja sudah tidak sesuai lagi.

Pada PP  Nomor 76 Tahun 2007 perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 dilakukan dengan pertimbangan bahwa besarnya santunan cacat total dan cacat sebagian karena hilangnya kemampuan kerja fisik, penggantian biaya pengobatan, perawatan dan pengangkutan yang diberikan kepada pekerja/buruh serta santunan kematian karena kecelakaan kerja, santunan kematian bukan karena kecelakaan kerja, dan biaya pemakaman yang diberikan kepada keluarganya, tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Dan bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi pekerja/buruh yang mengalami cacat karena kecelakaan kerja perlu dilakukan pelayanan rehabilitasi medik untuk dapat mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami kecacatan. Pada PP Nomor 1 Tahun 2009 perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 dilakukan dengan pertimbangan bahwa :

Bahwa program Jaminan Hari Tua yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada prinsipnyamerupakan program pemupukan dana untuk jangkapanjang, yang tujuannya memberikan kepastianadanya dana pada saat tenaga kerja yang bersangkutan tidak produktif lagi.

Bahwa Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberi peluang bagi tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja, untuk mencairkan Jaminan Hari Tua sebelum waktunya, dengan masa tunggu 6 (enam) bulan;

Bahwa masa tunggu 6 (enam) bulan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini sehingga perlu diubah.

Kemudian berdasarkan PP No Nomor 84 Tahun 2010 perubahan atas PP N0 14 Tahun 1993 didasarkan atas pertimbangan, bahwa besarnya penggantian biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan untuk suatu peristiwa kecelakaan kerja sebagai bentuk dari penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini sehingga perlu ditingkatkan nilainya dan diperluas cakupannya.

Dari sejumlah PP perubahan terhadap PP No 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja itu, terlihat perubahan dilakukan utamanya berkaitan dengan penyesuaian biaya atas beberapa komponen dari jaminan sosial tenaga kerja, dan sejumlah pertimbangan lainnya.

Pada tahun 2012 pemerintah kembali melakukan perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 melalui PP No 53  Tahun 2012, dimana   dalam konsideran menimbangnya  disebutkan hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan adalah untuk memberikan manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang lebih baik bagi tenaga kerja  dan keluarganya perlu dilakukan peningkatan  manfaat dan kemudahan pelayanan.

Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan  Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja sampai saat ini  belum pernah dilakukan perubahan terhadap dasar  perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Biaya pelayanan kesehatan telah  mengalami  peningkatan yang cukup  signifikan, sehingga batas  atas upah sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)  sebagai dasar perhitungan iuran  Jaminan  Pemeliharaan Kesehatan sudah tidak sesuai lagi  dengan kondisi saat ini.

Memperhatikan aspek yang menjadi pertimbangan dari Peraturan Pemerintah No 14 tahun 1993 melalui PP No 15 Tahun 2012 tersebut  satu pertimbangan yang mendasar adalah bahwa sejak ditetapkannnya PP No 14 Tahun 1993 sampai saat ini (2012) berlum pernah dilakukan perubahan terhadap dasar perhitungan iuran jaminan  pemeliharaan kesehatan.   Sementara itu dari PP perubahan tersebut pada pokoknya terlihat adanya peningkatan besaran pemberian santunan dan biaya terhadap komponen-komponen  yang termasuk dalam jaminan sosial tenaga kerja.  Hal ini setidaknya terlihat dari komponen pemberian satunan  jaminan sosal seperti dalam table berikut;

Bentuk Jaminan sosial
Besaran Tahun 1983
Besaran Tahun 2012
Dasar
Biaya Pemakaman
Rp. 200.000
Rp.2.000.000
PP No 14 Tahun 1993
Santunan Kematian
Rp. 1.000.000
Rp. 14.200.000
PP No 53 Tahun 2012

Dari dua bentuk  jaminan sosial tenaga kerja pada table di atas , maka  terlihat besaran pemberian santunan jaminan sosial  mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2012.  Lompatan selama  hampir 20 tahun itu tentu  tidak terlepas dari dasar pertimbangan dari  diterbitkannya PP perubahan  atas PP No 14 Tahun 1993.  Meskipun disisi lain, tidak dapat dihndarkan pula tingginya biaya hidup juga berjalan seiring dengan peningkatan besaran jaminan sosial.  Untuk memahami besaran santunan dari jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia memang tersebar dalam beberapa peraturan pemerintah perubahan atas perubahan PP No 14 Tahun 1993. Selengkapnya PP No 53 tahun 2012.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas peraturan pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 23 April 2012. Dengan terbitnya PP No 53 tahun 2012 ini, pemerintah telah meningkatkan jaminan dan manfaat dari program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang merupakan program perlindungan dasar bagi tenaga kerja dan keluarganya.
“Penerbitan PP ini untuk memberikan manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang lebih baik bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan cara meningkatkan manfaat jaminan dan kemudahan pelayanan bagi tenaga kerja dan keluarganya,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Kantor Kemnakertrans pada Selasa (8/5). Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan penerbitan PP 53 tahun 2012 itu adalah perubahan ke delapan dari PP No.14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan program Jamsostek. PP 44/1993 yang telah mengalami 7 kali perubahan ini yang merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Selama ini pekerja/buruh mendapatkan perlindungan dasar melalui pelaksanaan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang meliputi 4 Program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). “Sesuai peraturan untuk Program JKK, JK dan JPK sepenuhnya ditanggung pengusaha sedangkan untuk JHT sebesar 5,7 % ditangggung pengusaha sebesar 3,7 % dan Pekerja 2%, kata Muhaimin.
Lebih lanjut, Muhaimin menjelaskan bahwa dalam PP No 53/2012 ini terdapat 2 perubahan penting yang mengatur iuran jaminan pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang besarnya 3% untuk lajang dan 6 % untuk keluarga serta Jaminan Kematian (JK) bagi pekerja/buruh. "Saat ini biaya pelayanan kesehatan meningkat cukup signifikan. Oleh karena itu batas atas upah Rp1 juta sebagai dasar perhitungan iuran JPK sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, sehingga perlu diubah," kata Muhaimin.
Muhaimin menjelaskan dasar perhitungan iuran JPK yang sebelumnya maksimal Rp1 juta dari upah sebulan, kini diubah menjadi paling tinggi 2 kali PTKP-K1 (pendapatan tidak kena pajak keluarga dengan anak satu) per bulan atau setara dengan Rp 3. 080.000 ( 2 X Rp 1,540.000) Jadi, lanjutnya, dengan kenaikan besaran iuran JPK itu maka manfaat jaminan itu akan mengalami peningkatan, di antaranya mencakup cuci darah, jantung, kanker, dan HIV/AIDS, dll. “Peningkatan dimaksud akan diatur lebih lanjut melalui perubahan Permenakertrans No.12/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran luran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kata Muhaimin. Sedangkan perubahan lainnya adalah untuk manfaat jaminan kematian (JKM) yang semula diberikan sebesar Rp16,8 juta berubah menjadi Rp21 juta per orang. Dengan rincian yang berubah adalah santunan kematian dari sebelumnya Rp10 juta menjadi sebesar Rp14,2 juta, sedangkan untuk biaya pemakaman tetap Rp2 juta, demikian juga santunan Rp 200.000 per bualn selama 24 bulan tidak berubah. "Sedangkan untuk ahli waris penerima manfaat, yang sebelumnya hanya pada keturunan sedarah menurut garis luruh ke bawah dan garis lurus ke atas (janda/duda atau anak sampai dengan cucu atau kakek-nenek), sekarang diperbolehkan diterima oleh mertua atau saudara kandung," tutur Muhaimin. Dengan diterbitkannya pp No. 53 Tahun 2012 tentang Perubahan ke delapan PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, maka ahli waris tenaga kerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akan mendapatkan peningkatan manfaat. Jamsostek merupakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa yang dialami tenaga kerja seperti kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.









PERUBAHAN PP RI NO 14 TAHUN 1993 DENGAN PP RI N0 53 TAHUN 2012
1.      Ketentuan ayat (4) Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Ø  PP RI N0 14 Tahun 1993
Dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, setinggi-tinggi nya Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah).
Ø  PP RI No 53 Tahun 2012
Dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling tinggi 2 (dua) kali PTKP-K1 ( Pendapatan Tidak Kena Pajak-Tenaga Kerja Kawin dengan anak 1 (satu) perbulan).
2.      Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 22 diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 22 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut :
ð  Ayat (1) Pasal 22 :
§  PP RI No 14 Tahun 1993
Jaminan kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda, atau anak, dan meliputi :
a)      Santunan kematian sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah); dan
b)      Biaya pemakaman sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
§  PP RI No 53 Tahun 2012
Jaminan kematian dibyarkan kepada janda atau duda atau anak meliputi :
a)      Santunan kematian dibyarkan sekaligus sebesar Rp 14.200.000,- (empat belas juta dua ratus ribu rupiah);
b)      Biaya pemakaman dibayarkan sekaligus sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah);dan
c)      Santunan berkala dibayarkan sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah)perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,- ( empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan janda atau duda atau anak tenaga kerja yang bersangkutan.
ð  Ayat (2) Pasal 22 :
§  PP RI No 14 Tahun 1993
Dalam janda atau duda atau anak tidak ada, maka jaminan kematian dibayarkan sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja, menurut garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas dihitung sampai derajat kedua.
§  PP RI No 53 Tahun 2012
Dalam hal janda atau duda atau anak tidak ada, maka jaminan kematian dibyarkan kepada orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung, atau mertua dari tenaga kerja yang bersangkutan secara berurutan.
ð  Ayat (3) Pasal 22 :
§  PP RI No 14 Tahun 1993
Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka jaminan kematian diyarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
§  PP RI No 53 Tahun 2012
Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai janda atau duda, anak, orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung atau mertua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka jaminan kematian diyarkan kepada pihak yang ditunjuk oleh tanaga kerja dalam wasiatnya.
3.      Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga Pasal 26berbunyi sebagai berikut :
ð  Ayat (2) Pasal 26
§  PP RI No 14 Tahun 1993
Dalam hal tidak ada janda tau duda maka pembayaran jaminan hati tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan kepada anak.
§  PP RI No 53 Tahun 2012
Dalam hal tidak ada janda atau duda atau anak maka pembayaran jaminan hari tua sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada orang tua, cucu, kakek tau nenek, saudara kandung atau mertua dari tenaga kerja yang bersangkutan secara berurutan.

ð  Ayat (3) Pasal 26
§  PP RI No 14 Tahun 1993
Janda atau duda atau anak mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara.
§  PP RI No 53 Tahun 2012
Pengajuan pembayaran jaminan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada badan penyelenggara.
PERBEDAAN PP RI  NO 14 TAHUN 1993 DENGAN PP RI N0 53 TAHUN 2012
1)      Diantara ayat (3) Pasal 22disisipkan 1 (satu) ayat (3a), sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut :
ð  Ayat (3a) : Dalam hal tenaga kerja tidak membuat wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka jaminan kematian dibayarkan oleh badan penyelenggara kepada balai harta peniggalan sesuai peraturan perundang-undangan.

2)      Pada Pasal 26 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut :
ð  Ayat (4) : Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai janda atau duda, anak, orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung atau mertua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka jaminan hari tua dibayar kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
ð  Ayat (5) : Dalam hal tenaga kerja tidak membuat wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka jaminan hati tua dibayarkan oleh badan penyelenggara kepada balai harta peninggalan sesuai peraturan perundang-undangan.

3)      Ketentuan Lampiran II romawi I huruf A angka 2 huruf b dan angka 3 huruf b dan huruf c diubah, dan E ditambah 1 (satu) angka yakni angka 4.
                               I.            BESARNYA JAMINAN KECELAKAAN KERJA
A.    Santunan
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 (empat) bulan pertama 100% x upah sebulan, 4 (empat) bulan kedua 75% x upah sebulan dan seterusnya 50% x upah sebulan.
2. Santunan cacat :
a)      Santunan cacat sebaian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan bearnya % sesuai tabel x 80 bulan upah.
b)      Santunan cacat total untuk selama-lamanya diayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah :
b.1) Santunan sekaligus sebesar 70% x 80 bulan upah;
b.2) Santunan berkala dibayarkan sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,- (empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.
c)      Santunan cacat kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya santunan adalah : % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 (delapan puluh) bulan upah.
3. Santunan kematian dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah :
a.       Santunan sekaligus sebesar 60% x 80 bulan upah, sekurang-kurangnya sebesar santunan kematiasn;
b.      Santunan berkala dibayarkan sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,- (empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan janda atau duda atau anak tenaga kerja yang bersangkutan;
c.       Biaya pemakaman dibayarkan sekaligus sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
B.     Pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk :
1. Dokter;
2. Obat;
3. Operasi;
4. Rontgen, laboratorium;
5. Perawatan puskesmas, rumah sakit umum pemerintah kelas I atau swasta yang setara;
6. Gigi;
7. Mata; dan/atau
8. Jasa tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapat ijin resmi dari instansi berwenang.
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk peristiwa kecelakaan tersebut pada B.1 sampa B.8 dibayar maksimum sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Biaya penggantian gigi tiruan maksimal Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
C.     Biaya rehalibitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti (prothose) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehalibitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah dan ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).  
D.    Penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan huruf A dan huruf B.
E.     Biaya pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan ke rumah sakit diberikan biaya penggantuan sebagai berikut :
1. Apabila hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai/danau maksimum sebesar Rp 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);
2. Apabila hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
3. Apabila hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimal Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah);
4. Apabila menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis jasa angkutan, maka berhak atas biaya maksimal dari masing-masing angkutan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan/atau angka 3.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar