PEMBAHASAN
Penyelenggaraaan jaminan social
tenaga kerja di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 1993 dan telah beberapa kali diubah dan terakhir diubah dengan PP Nomor
53 Tahun 2012. Jika disimak perubahan-perubahan terhadap Nomor 14
Tahun 1993 yang setidaknya sudah dilakukan 8 kali perubahan dan terakhir
dirubah dengan PP No. 53 tahun 2012. Seringnya terjadi perubahan terhadap
PP yang mengatur tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja itu,
tentu dengan berbagai alasan yang antara lain sebagai berikut;
Dalam PP No. 79 Tahun 1998
disebutkan pertimbangan perubahan terhadap PP Nomor 14 Tahun 1993
bahwa besarnya pemberian santunan kematian dan biaya pemakaman akibat
kecelakaan kerja,serta seluruh biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan kerja
perlu ditinjau ulang karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pekerja.
Pada PP No 83 Tahun 2000
disebutkan pertimbangan perubahan terhadap PP No 14 Tahun 1993 adalah bahwa
besarnya pemberian santunan kematian dan biaya pemakaman akibat kecelakaan
kerja, serta seluruh biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan kerja perlu
ditinjau ulang karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pekerja. Pada PP No 26
Tahun 2002 pertimbangan perubahannya PP No 14 Tahun 1994 adalahbahwa besarnya
santunan kematian dan biaya pemakaman bagi pekerja/buruh yang meninggal dunia
sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan keluarga pekerja/buruh yang
ditinggalkan. Pada PP Nomor 64 Tahun 2005 perubahan atas PP No 14 Tahun 1993
dengan pertimbangan bahwa besarnya santunan kematian dan biaya pemakamanbagi
pekerja/buruh yang meninggal dunia sudah tidak sesuailagi dengan kebutuhan
keluarga pekerja/buruh yangditinggalkan; dan bahwa besarnya biaya pengobatan
dan perawatan untuk satuperistiwa kecelakaan bagi pekerja/buruh yang
mengalamikecelakaan kerja sudah tidak sesuai lagi.
Pada PP Nomor 76 Tahun 2007
perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 dilakukan dengan pertimbangan bahwa besarnya
santunan cacat total dan cacat sebagian karena hilangnya kemampuan kerja fisik,
penggantian biaya pengobatan, perawatan dan pengangkutan yang diberikan kepada
pekerja/buruh serta santunan kematian karena kecelakaan kerja, santunan
kematian bukan karena kecelakaan kerja, dan biaya pemakaman yang diberikan
kepada keluarganya, tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Dan bahwa dalam
rangka meningkatkan pelayanan bagi pekerja/buruh yang mengalami cacat karena
kecelakaan kerja perlu dilakukan pelayanan rehabilitasi medik untuk dapat
mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami kecacatan. Pada PP Nomor 1 Tahun 2009
perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 dilakukan dengan pertimbangan bahwa :
Bahwa program Jaminan Hari Tua
yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja pada prinsipnyamerupakan program pemupukan dana untuk
jangkapanjang, yang tujuannya memberikan kepastianadanya dana pada saat tenaga
kerja yang bersangkutan tidak produktif lagi.
Bahwa Pasal 32 Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja memberi peluang bagi tenaga kerja yang mengalami pemutusan
hubungan kerja, untuk mencairkan Jaminan Hari Tua sebelum waktunya, dengan masa
tunggu 6 (enam) bulan;
Bahwa masa tunggu 6 (enam) bulan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 sudah tidak sesuai
lagi dengan kondisi saat ini sehingga perlu diubah.
Kemudian berdasarkan PP No Nomor
84 Tahun 2010 perubahan atas PP N0 14 Tahun 1993 didasarkan atas pertimbangan,
bahwa besarnya penggantian biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan,
dan/atau perawatan untuk suatu peristiwa kecelakaan kerja sebagai bentuk dari
penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja sudah tidak sesuai lagi
dengan kondisi saat ini sehingga perlu ditingkatkan nilainya dan diperluas
cakupannya.
Dari sejumlah PP perubahan
terhadap PP No 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga
kerja itu, terlihat perubahan dilakukan utamanya berkaitan dengan penyesuaian
biaya atas beberapa komponen dari jaminan sosial tenaga kerja, dan sejumlah
pertimbangan lainnya.
Pada tahun 2012 pemerintah
kembali melakukan perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 melalui PP No 53
Tahun 2012, dimana dalam konsideran menimbangnya disebutkan hal yang
menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan adalah untuk memberikan manfaat
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang lebih baik bagi tenaga kerja dan
keluarganya perlu dilakukan peningkatan manfaat dan kemudahan pelayanan.
Sejak ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja sampai saat ini belum pernah dilakukan perubahan
terhadap dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Biaya
pelayanan kesehatan telah mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, sehingga batas atas upah sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) sebagai dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.
Memperhatikan aspek yang menjadi
pertimbangan dari Peraturan Pemerintah No 14 tahun 1993 melalui PP No 15 Tahun
2012 tersebut satu pertimbangan yang mendasar adalah bahwa sejak
ditetapkannnya PP No 14 Tahun 1993 sampai saat ini (2012) berlum pernah
dilakukan perubahan terhadap dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan
kesehatan. Sementara itu dari PP perubahan tersebut pada pokoknya
terlihat adanya peningkatan besaran pemberian santunan dan biaya terhadap
komponen-komponen yang termasuk dalam jaminan sosial tenaga kerja.
Hal ini setidaknya terlihat dari komponen pemberian satunan jaminan sosal
seperti dalam table berikut;
Bentuk Jaminan sosial
|
Besaran Tahun 1983
|
Besaran Tahun 2012
|
Dasar
|
Biaya Pemakaman
|
Rp. 200.000
|
Rp.2.000.000
|
PP No 14 Tahun 1993
|
Santunan Kematian
|
Rp. 1.000.000
|
Rp. 14.200.000
|
PP No 53 Tahun 2012
|
Dari dua bentuk jaminan
sosial tenaga kerja pada table di atas , maka terlihat besaran pemberian
santunan jaminan sosial mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari
kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2012. Lompatan selama hampir
20 tahun itu tentu tidak terlepas dari dasar pertimbangan dari
diterbitkannya PP perubahan atas PP No 14 Tahun 1993.
Meskipun disisi lain, tidak dapat dihndarkan pula tingginya biaya hidup juga
berjalan seiring dengan peningkatan besaran jaminan sosial. Untuk
memahami besaran santunan dari jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia memang
tersebar dalam beberapa peraturan pemerintah perubahan atas perubahan PP No 14
Tahun 1993. Selengkapnya PP No 53 tahun 2012.
Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 53 tahun 2012 tentang perubahan kedelapan atas peraturan
pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal
23 April 2012. Dengan terbitnya PP No 53 tahun 2012 ini, pemerintah telah
meningkatkan jaminan dan manfaat dari program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) yang merupakan program perlindungan dasar bagi tenaga kerja dan
keluarganya.
“Penerbitan PP ini untuk memberikan
manfaat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang lebih baik bagi tenaga kerja
dan keluarganya dengan cara meningkatkan manfaat jaminan dan kemudahan
pelayanan bagi tenaga kerja dan keluarganya,” kata Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Kantor Kemnakertrans pada Selasa (8/5).
Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan penerbitan PP 53 tahun 2012 itu
adalah perubahan ke delapan dari PP No.14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
program Jamsostek. PP 44/1993 yang telah mengalami 7 kali perubahan ini yang
merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
Selama ini pekerja/buruh
mendapatkan perlindungan dasar melalui pelaksanaan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang meliputi 4 Program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Kematian (JK), jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK). “Sesuai peraturan untuk Program JKK, JK dan JPK sepenuhnya
ditanggung pengusaha sedangkan untuk JHT sebesar 5,7 % ditangggung pengusaha sebesar
3,7 % dan Pekerja 2%, kata Muhaimin.
Lebih lanjut, Muhaimin
menjelaskan bahwa dalam PP No 53/2012 ini terdapat 2 perubahan penting yang
mengatur iuran jaminan pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang besarnya 3% untuk
lajang dan 6 % untuk keluarga serta Jaminan Kematian (JK) bagi pekerja/buruh.
"Saat ini biaya pelayanan kesehatan meningkat cukup signifikan. Oleh
karena itu batas atas upah Rp1 juta sebagai dasar perhitungan iuran JPK sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, sehingga perlu diubah," kata
Muhaimin.
Muhaimin menjelaskan dasar
perhitungan iuran JPK yang sebelumnya maksimal Rp1 juta dari upah sebulan, kini
diubah menjadi paling tinggi 2 kali PTKP-K1 (pendapatan tidak kena pajak
keluarga dengan anak satu) per bulan atau setara dengan Rp 3. 080.000 ( 2 X Rp
1,540.000) Jadi, lanjutnya, dengan kenaikan besaran iuran JPK itu maka manfaat
jaminan itu akan mengalami peningkatan, di antaranya mencakup cuci darah,
jantung, kanker, dan HIV/AIDS, dll. “Peningkatan dimaksud akan diatur lebih
lanjut melalui perubahan Permenakertrans No.12/2007 tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran luran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kata Muhaimin. Sedangkan perubahan lainnya adalah
untuk manfaat jaminan kematian (JKM) yang semula diberikan sebesar Rp16,8 juta
berubah menjadi Rp21 juta per orang. Dengan rincian yang berubah adalah
santunan kematian dari sebelumnya Rp10 juta menjadi sebesar Rp14,2 juta,
sedangkan untuk biaya pemakaman tetap Rp2 juta, demikian juga santunan Rp
200.000 per bualn selama 24 bulan tidak berubah. "Sedangkan untuk ahli
waris penerima manfaat, yang sebelumnya hanya pada keturunan sedarah menurut
garis luruh ke bawah dan garis lurus ke atas (janda/duda atau anak sampai
dengan cucu atau kakek-nenek), sekarang diperbolehkan diterima oleh mertua atau
saudara kandung," tutur Muhaimin. Dengan diterbitkannya pp No. 53 Tahun
2012 tentang Perubahan ke delapan PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jamsostek, maka ahli waris tenaga kerja peserta Jamsostek yang
meninggal dunia akan mendapatkan peningkatan manfaat. Jamsostek merupakan suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa yang dialami tenaga kerja seperti kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
PERUBAHAN
PP RI NO 14 TAHUN 1993 DENGAN PP RI N0 53 TAHUN 2012
1.
Ketentuan ayat (4) Pasal 9
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Ø PP RI N0 14 Tahun 1993
Dasar perhitungan iuran jaminan
pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf d, setinggi-tinggi nya Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah).
Ø PP RI No 53 Tahun 2012
Dasar perhitungan iuran jaminan
pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
huruf d, paling tinggi 2 (dua) kali PTKP-K1 ( Pendapatan Tidak Kena
Pajak-Tenaga Kerja Kawin dengan anak 1 (satu) perbulan).
2.
Ketentuan ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 22 diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4)
Pasal 22 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), sehingga Pasal 22 berbunyi
sebagai berikut :
ð Ayat (1) Pasal 22 :
§ PP RI No 14 Tahun 1993
Jaminan kematian dibayar sekaligus
kepada janda atau duda, atau anak, dan meliputi :
a)
Santunan
kematian sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah); dan
b)
Biaya pemakaman
sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
§ PP RI No 53 Tahun 2012
Jaminan kematian dibyarkan kepada
janda atau duda atau anak meliputi :
a)
Santunan
kematian dibyarkan sekaligus sebesar Rp 14.200.000,- (empat belas juta dua
ratus ribu rupiah);
b)
Biaya pemakaman
dibayarkan sekaligus sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah);dan
c)
Santunan berkala
dibayarkan sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah)perbulan selama 24 (dua
puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,- (
empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan janda atau duda atau anak
tenaga kerja yang bersangkutan.
ð Ayat (2) Pasal 22 :
§ PP RI No 14 Tahun 1993
Dalam janda atau duda atau anak
tidak ada, maka jaminan kematian dibayarkan sekaligus kepada keturunan sedarah
yang ada dari tenaga kerja, menurut garis lurus ke bawah dan garis lurus ke
atas dihitung sampai derajat kedua.
§ PP RI No 53 Tahun 2012
Dalam hal janda atau duda atau
anak tidak ada, maka jaminan kematian dibyarkan kepada orang tua, cucu, kakek
atau nenek, saudara kandung, atau mertua dari tenaga kerja yang bersangkutan
secara berurutan.
ð Ayat (3) Pasal 22 :
§ PP RI No 14 Tahun 1993
Dalam hal tenaga kerja tidak
mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka jaminan
kematian diyarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam
wasiatnya.
§ PP RI No 53 Tahun 2012
Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai
janda atau duda, anak, orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung atau
mertua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka jaminan kematian
diyarkan kepada pihak yang ditunjuk oleh tanaga kerja dalam wasiatnya.
3.
Ketentuan Pasal
26 diubah, sehingga Pasal 26berbunyi sebagai berikut :
ð Ayat (2) Pasal 26
§ PP RI No 14 Tahun 1993
Dalam hal tidak ada janda tau
duda maka pembayaran jaminan hati tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan kepada anak.
§ PP RI No 53 Tahun 2012
Dalam hal tidak ada janda atau
duda atau anak maka pembayaran jaminan hari tua sebagaiman dimaksud pada ayat
(1) dilakukan kepada orang tua, cucu, kakek tau nenek, saudara kandung atau
mertua dari tenaga kerja yang bersangkutan secara berurutan.
ð Ayat (3) Pasal 26
§ PP RI No 14 Tahun 1993
Janda atau duda atau anak
mengajukan pembayaran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara.
§ PP RI No 53 Tahun 2012
Pengajuan pembayaran jaminan hari
tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada badan
penyelenggara.
PERBEDAAN
PP RI NO 14 TAHUN 1993 DENGAN PP RI N0
53 TAHUN 2012
1)
Diantara ayat
(3) Pasal 22disisipkan 1 (satu) ayat (3a), sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai
berikut :
ð Ayat (3a) : Dalam hal tenaga kerja tidak membuat wasiat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) maka jaminan kematian dibayarkan oleh badan
penyelenggara kepada balai harta peniggalan sesuai peraturan
perundang-undangan.
2)
Pada Pasal 26
disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 26
berbunyi sebagai berikut :
ð Ayat (4) : Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai janda atau duda, anak,
orang tua, cucu, kakek atau nenek, saudara kandung atau mertua sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka jaminan hari tua dibayar kepada pihak
yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
ð Ayat (5) : Dalam hal tenaga kerja tidak membuat wasiat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) maka jaminan hati tua dibayarkan oleh badan
penyelenggara kepada balai harta peninggalan sesuai peraturan
perundang-undangan.
3)
Ketentuan
Lampiran II romawi I huruf A angka 2 huruf b dan angka 3 huruf b dan huruf c
diubah, dan E ditambah 1 (satu) angka yakni angka 4.
I.
BESARNYA JAMINAN
KECELAKAAN KERJA
A.
Santunan
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 (empat) bulan pertama
100% x upah sebulan, 4 (empat) bulan kedua 75% x upah sebulan dan seterusnya
50% x upah sebulan.
2. Santunan cacat :
a)
Santunan cacat
sebaian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan
bearnya % sesuai tabel x 80 bulan upah.
b)
Santunan cacat
total untuk selama-lamanya diayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara
berkala dengan besarnya santunan adalah :
b.1) Santunan sekaligus sebesar
70% x 80 bulan upah;
b.2) Santunan berkala dibayarkan
sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua puluh
empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,- (empat
juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.
c)
Santunan cacat
kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya santunan
adalah : % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 (delapan puluh) bulan
upah.
3. Santunan kematian dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara
berkala dengan besarnya santunan adalah :
a.
Santunan
sekaligus sebesar 60% x 80 bulan upah, sekurang-kurangnya sebesar santunan
kematiasn;
b.
Santunan berkala
dibayarkan sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) perbulan selama 24 (dua
puluh empat) bulan atau dibayarkan dimuka sekaligus sebesar Rp 4.800.000,-
(empat juta delapan ratus ribu rupiah) atas pilihan janda atau duda atau anak
tenaga kerja yang bersangkutan;
c.
Biaya pemakaman
dibayarkan sekaligus sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
B.
Pengobatan dan
perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk :
1. Dokter;
2. Obat;
3. Operasi;
4. Rontgen, laboratorium;
5. Perawatan puskesmas, rumah
sakit umum pemerintah kelas I atau swasta yang setara;
6. Gigi;
7. Mata; dan/atau
8. Jasa tabib/sinshe/tradisional
yang telah mendapat ijin resmi dari instansi berwenang.
Seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk peristiwa kecelakaan tersebut pada B.1 sampa B.8 dibayar maksimum sebesar
Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Biaya penggantian gigi tiruan maksimal
Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
C.
Biaya
rehalibitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose) dan/atau
alat pengganti (prothose) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan
harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehalibitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah dan
ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitasi
medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah).
D.
Penyakit yang
timbul karena hubungan kerja. Besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya
perawatan sama dengan huruf A dan huruf B.
E.
Biaya
pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan ke rumah sakit
diberikan biaya penggantuan sebagai berikut :
1. Apabila hanya menggunakan jasa
angkutan darat/sungai/danau maksimum sebesar Rp 750.000,- (tujuh ratus lima
puluh ribu rupiah);
2. Apabila hanya menggunakan jasa
angkutan laut maksimal sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
3. Apabila hanya menggunakan jasa
angkutan udara maksimal Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah);
4. Apabila menggunakan lebih dari
1 (satu) jenis jasa angkutan, maka berhak atas biaya maksimal dari
masing-masing angkutan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2 dan/atau
angka 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar