BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai
stres yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman (dalam
Luthans, 1998), stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi
antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian
karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas yang terjadi dalam
perusahaan. Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam Cooper, 2003), merupakan suatu
proses yang kompleks, bervariasi, dan dinamis dimana stressor, pandangan
tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak kesehatan, dan variabel-
variabelnya saling berkaitan.
Selye (dalam Rice, 1992), menyatakan bahwa
stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan
reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terry
B dan John N menyatakan gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu
gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi dan hiperaktif, merasa
frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan dan sensitive,
merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri dan
depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja,
kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi,
kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala
fisiologis seperti: meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi
adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan
lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan
kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada
kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit
tidur, terlalu banyak tidur). Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau
menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan
mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang
tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan
drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi
seperti berjudi, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya agresifitas,
kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan
keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan produktivitas.
Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai
mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992), ada beberapa
hal yang dapat menyebabkan stres kerja, salah satunya adalah kondisi kerja,
seperti people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja,
kemajuan teknologi (technostres), beban kerja yang kurang (work underload) dan
beban kerja yang berlebihan (work overload). Seringkali beban kerja yang
berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda
dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang
pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu
mudah ataupun sedikit Pada umumnya pegawai yang memiliki beban kerja yang
tinggi cenderung menimbulkan stres kerja, hal ini juga dipengaruhi oleh masa
bekerja dan faktor internal pegawai (Buchari, 2007).
B. Rumusan
masalah
1.
mengapa
terjadi kelelahan kerja?
2.
apa itu
beban kerja fisik?
3.
apa itu
beban kerja mental?
4.
bagaimana
perbandingan antar beban kerja fisik dan beban kerja mental?
5.
bagaimana
dampak beban kerja fisik dan mental?
C. Tujuan
1.
mahasiswa
dapat memahami pengertian kelelahan
kerja
2.
mahasiswa
dapat memahami pengertian beban kerja fisik
3.
mahasiswa
dapat memahami pengertian beban kerja mental
4.
mahasiswa
dapat membandingkan antara beban kerja fisik dan beban kerja mental
5.
mahasiswa
dapat mengetahui dampak beban kerja fisik dan beban kerja mental
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Beban Kerja
Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja
adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi
dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008).
Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau
sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau
pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan
sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan
efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan
secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis
beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa
pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan
informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan
secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan
sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia (Menpan, 1997, dalam. Utomo, 2008).
B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban
Kerja
Rodahl (1989) dan Manuaba (2000, dalam
Prihatini, 2007), menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor
sebagai berikut :
1) Faktor
eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :
a. Tugas-tugas
yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat
kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas
yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan
pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab pekerjaan.
b. Organisasi
kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam,
sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
c. Lingkungan
kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja
biologis, dan lingkungan kerja psikologis.
Ketiga aspek ini disebut wring
stresor.
2) Faktor
internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal
dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut
strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif
maupun subjektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (Jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi,
persepsi, kepercayaan. keinginan dan kepuasan).
C. Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan
akan menimbulkan kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional
seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada
beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena
pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam
kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit
mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial
membahayakan pekerja (Manuaba, 2000, dalam Prihatini, 2007).
Tanda-Tanda
Stres Berkaitan Tingkat Beban Kerja :
Menurut Keith W. Sehnert (1981),
tanda-tanda stres yang dialami berkaitan dengan tingkat beban kerja yaitu :
Tabel 2.1.
Tanda-tanda Stres Berkaitan dengan Beban Kerja Terlalu Sedikit Beban
|
Penampilan Optimal
|
Terlalu Banyak Beban
|
• Kebosanan
• Terlalu mampu dalam pekerjaan
• Apatis
• Tidur yang tak menentu dan
terganggu
• Lekas Marah
• Menurunnya semangat kerja
• Kecanduan alcohol
• Kelesuan
|
• Kegembiraan
• Semangat yang tinggi
• Kewaspadaan mental
• Energi yang tinggi
• Daya ingat yang lebih baik
• Persepsi yang tajam
• Ketenangan dalam keadaan tertekan
|
• Insomnia (tidak dapat tidur)
• Lekas marah
• Kecanduan alcohol
• Perubahan dalam hal nafsu makan
• Apatis
• Hubungan yang tegang
• Penilaian yang tidak baik
• Kesalahan yang meningkat
• Kurangnya kejelasan
• Keragu-raguan
• Pengunduran diri
• Hilangnya perspektif
• Ingatan yang kurang
|
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Beban
Kerja Fisik
Secara garis besar,
kegiatan manusia dapat digolongkan dalam dua komponen utama yaitu kerja fisik
(menggunakan otot sebagai kegiatan sentral) dan kerja mental (menggunakan otak
sebagai pencetus utama). Kedua kegiatan ini tidak dapat dipisahkan secara
sempurna mengingat terdapat hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya.
Namun, jika dilihat dari energi yang dikeluarkan, maka kerja mental murni
relatif lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan dengan kerja fisik.
Beban
Kerja Fisik: Perkerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan kegiatan
fisik semata akan mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh yang
dapat dideteksi melalui perubahan:
a)
Konsumsi oksigen;
b)
Denyut jantung;
c)
Peredaran darah dalam paru-paru;
d)
Temperatur tubuh;
e)
Konsentrasi asam laktat dalam darah;
f)
Komposisi kimia dalam darah dan air seni;
g)
Tingkat penguapan, dan faktor lainnya.
Kerja fisik akan mengakibatkan pengeluaran
energi yang berhubungan dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada saat kerja
biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung yaitu dengan pengukuran
kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen.
Pengukuran beban kerja fisik merupakan
pengukuran beban kerja yang dilakukan secara obyektif dimana sumber data yang
diolah merupakan data-data kuantitatif,
misalnya:
1.
Denyut jantung atau
denyut nadi
Denyut
jantung atau denyut nadi digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis seseorang
sebagai manifestasi dari gerakan otot. Semakin besar aktifitas otot maka akan
semakin besar fluktuasi dari gerakan denyut jantung yang ada, demikian pula
sebaliknya.
Menurut
Grandjean (1998) dan Suyasning (1981),
beban kerja dapat diukur dengan denyut nadi kerja. Selain itu, denyut nadi juga
dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisik atau derajat kesegaran
jasmani seseorang. Denyut jantung (yang diukur per menit) dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kelelahan seseorang. Cara lain yang dapat dilakukan untuk
merekam denyut jantung seseorang pada saat kerja yakni dengan menggunakan electromyography
(EMG).
Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaan yang dilakukannya. Beban kerja sangatlah
berpengaruh terhadap produktifitas dan efisiensi tenaga kerja, beban kerja juga
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keselamatan dan
kesehatan para pekerja. Dalam ergonomi atau hygiene Industri diatur suatu
metode pengaturan menu makanan untuk para pekerja agar memenuhi gizi dan
kebutuhan kalori mereka sesuai dengan beban kerja fisik yang dilakukan.
Beban kerja fisik selalu berkaitan dengan
pergerakan otot. Salah satu kebutuhan umum dalam pergerakan otot adalah oksigen
yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi,
dan satusan energi adalah kalori, sedangkan menghitung kalori adalah menghitung
asupan energi. Energi diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat, lemak
dan protein.
Dalam penerapannya untuk mengetahui kategori
beban kerja karyawan tentu diperlukan waktu untuk melakukan penelitian dan
studi dilapangan. Sebelum melakukan perhitungan beban kerja sebaiknya anda
mengetahui istilah-istilah berikut ini :
Metabolisme basal (MB): Energi minimal yang dibutuhkan tubuh untuk
mempertahankan proses-proses hidup yang dasar, dalam satuan kalori per satuan
waktu.
MB laki-laki = Berat badan (kg) X 1 Kkal/jam
MB perempuan = Berat badan (kg) X 0,9 Kkal/jam
Kerja ringan: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi
sebesar 100 Kkal/jam sampai 200 Kkal/jam
Kerja sedang: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi
lebih besar dari 200 Kkal/jam sampai 350 Kkal/jam
Kerja berat: Pekerjaan yang membutuhkan kalori untuk pengeluaran energi
lebih besar dari 350 Kkal/jam sampai 500 Kkal/jam
Ket: 3 point terakhir berdasarkan Menteri Tenaga Kerja melalui Kep. No.
51 tahun 1999 mengenai kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori.
Kebutuhan kalori sehari ditentukan oleh jenis pekerjaan, jenis kelamin, usia, dan
aktivitas fisik. Pekerja kantor membutuhkan sekitar 2.500 kalori sehari. Atlet
mungkin lebih dari 3.500 kalori. Pasien kencing manis di bawah 2.000 kalori,
tergantung berat badan idealnya. Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan
kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :
a) Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal.
Keterangan kebutuhan seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk
metabolisme basal ± 100 kilo joule (23,87 kilo kalori) per 24 jam per kg BB.
Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 98 kilo
joule (23,39 kilo kalori) per 24 jam per kg BB.
b) Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhaan
kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh jenis aktivitas kerja yang dilakukan
atau berat ringannya pekerjaan.
c) Kebutuhan kalori untuk aktivitas-aktivitas
lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas diluar kerja
adalah ± 2400 kilo joule (573 kilo kalori) untuk laki-laki dewasa dan sebesar
2000 – 2400 kilo joule (425 – 477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.
Kegiatan penelitian dan penilaian beban kerja diawali dengan pengukuran
berat badan pekerja (bisa di ambil sampel atau rata-rata BB pekerja),
pengamatan terhadap segala aktivitas pekerja dan perhitungan kebutuhan kalori
pekerja. Tentunya kegiatan ini juga membutuhkan peralatan yaitu timbangan dan
stop watch. Kalo seandainya anda malas melakukan pengamatan langsung, anda bisa
memanfaatkan handy cam atau rekaman CCTV untuk merekam semua kegiatan kerja
karyawan.
Prosedur pengamatannya adalah seperti berikut:
Amati setiap aktivitas tenaga kerja (kategori jenis pekerjaan dan posisi
badan) sekurang-kurangnya 4 jam kerja dalam 1 hari kerja dan diambil rerata
setiap jam
Hitung dan catat waktu aktivitas kerja menggunakan stopwatch
Beban kerja setiap aktivitas tenaga kerja dinilai menggunakan table
perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energy
Hitung beban kerja berdasarkan kebutuhan kalori karyawan
Tabel perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energi SNI 7269: 2009
Rata-rata beban kerja dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
Dimana total beban kerja dapat dihitung menggunakan:
Keterangan:
BK = Beban kerja per jam
BK1, BK2,… BKn = beban kerja sesuai aktivitas kerja 1,2..n dalam satuan
menit
T = waktu dalam satuan menit
T1, T2, … Tn = waktu sesuai dengan aktivitas kerja 1,2,..n dalam satuan
menit
MB = Metabolisme basal
Contoh:
Seorang pekerja laki –laki berumur 28 tahun, dengan berat badan 64 Kg.
Melakukan pekerjaan menempa besi sambil berdiri selama 30 menit, duduk mengemas
barang selama 10 menit, berjalan menjinjing besi dengan berat 5 kg selama 7
menit, dan memindahkan barang seberat 3 Kg sambil berjalan mendaki selama 10
menit, dalam hal ini kebutuhan kalori menurut energi yang dikeluarkan dari
aktivitas kerja dapat dihitung sebagai berikut (data-data dibawah diperoleh
dengan melihat table perkiraan beban kerja menurut kebutuhan energi)
Pekerjaan menempa besi (pekerjaan dengan dua lengan, dilakukan sambil
berdiri) termasuk nomer 3, Kategori II, Posisi badan 2
Pekerjaan menjinjing beban 5 kg (pekerjaan dengan satu lengan, sambil
berjalan) termasuk nomer 2, Kategori II, Posisi badan 3
Pekerjaan mengemas barang (pekerjaan dengan dua lengan, sambil duduk)
termasuk nomer 3 kategori I, posisi badan 1
Pekerjaan memindahkan barang (pekerjaan menggunakan gerakan badan , dan
dilakukan sambil mendaki) termasuk nomer 4, Kategori II, Posisi badan 4
Perhitungan:
Jadi beban kerja yang diterima oleh pekerja
tersebut termasuk kategori Berat.
Hasil perhitungan diatas yaitu hasil dari pengamatan dalam waktu 1 jam.
Pengamatan minimal dilakukan selama 4 jam. Karyawan dengan kategori beban kerja
berat tentunya membutuhkan waktu istirahat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sebagai tambahan ada sebuah sumber yang menyebutkan pada fisiologi kerja
meneliti konsumsi energi yang dibutuhkan untuk berbagai macam jenis pekerjaan
untuk aktivitas individu adalah untuk pria 1,2 kkal/menit dan untuk wanita 1,0
kkal/menit.
Ergonomi adalah ilmu yang merancang suatu sistem kerja. Salah satu tolak ukur
perancangan atau desain yang ergonomis adalah denyut nadi pekerja lebih rendah
dan stabil serta pengeluaran kalori dari dalam tubuh pekerja lebih rendah yang
artinya dalam kerja tersebut lebih sedikit membutuhkan energi atau kalori
sehingga keselamatan, kesehatan, dan produktivitas kerja dapat dioptimalkan
tentunya dengan pemberian gizi yang seimbang pula. Untuk penilaian beban kerja
berdasarkan denyut nadi.
2.
Konsumsi oksigen
Oksigen yang dikonsumsi oleh seseorang
tentunya akan dipengaruhi oleh intensitas pekerjaan yagn dilakukan. Secara
khusus, konsumsi oksigen dapat dibandingkan dengan kapasitas kerja fisik (physical
work capacity – PWC). PWC menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dapat
dikonsumsi oleh seseorang pada setiap menitnya. Menurut Astrand dan Rodahl (1986), persentase PWC yang tinggi pada
suatu pekerjaan tertentu akan mengindikasikan beban fisik atau kelelahan yang
dialami.
B. Beban
kerja mental
Beban
yang dialami seorang pekerja dapat berupa:
a) Beban fisik
b) Beban mental/psikologis
c) Beban sosial/moral yang timbul dari
lingkungan kerja.
Beban kerja sebaiknya dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
baik fisik maupun mental pekerja.
Definisi beban kerja mental menurut Henry
R.Jex (1988): Beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja
dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi
termotivasi.
Beban kerja mental seseorang dalam menangani suatu pekerjaan dipengaruhi
oleh:
a) Jenis aktivitas dan situasi kerjanya
b) Waktu respon dan waktu penyelesaian yang
tersedia
c) Faktor individu seperti tingkat motivasi,
keahlian, kelelahan/kejenuhan
d) Toleransi performansi yang diizinkan.
1. Pengukuran Beban Mental
Secara Teoritis: Pendekatan ergonomi-biomekanik
Pendekatan ini mencakup pengukuran proses
persepsi, neuromotorik, dan biomekanik serta level kelelahan/kejenuhan pekerja.
Pendekatan psikologis: Pengukuran pendekatan
psikologis menggunakan atribut-atribut seperti motivasi, antisipasi,
keterampilan, dan batas marginal kelelahan.
Secara Teknis: Pengukuran beban kerja mental
secara objektif (Objective Workload Measurement). Pengukuran beban kerja mental
secara subjektif (Subjective Workload Measurement).
2.
Pengukuran Beban
Kerja Mental Secara Objektif
Yaitu suatu pengukuran beban kerja di mana
sumber data yang diolah adalah data-data kuantitatif. Yang termasuk ke dalam pengukuran
beban kerja mental ini diantaranya:
a) Pengukuran denyut jantung: Pengukuran ini
digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis seseorang sebagai manifestasi
gerakan otot. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan perekaman gambar video,
untuk kegiatan motion study.
b) Pengukuran cairan dalam
tubuh: Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kadar
asam laktat dan beberapa indikasi lainnya yang bisa menunjukkan kondisi dari
beban kerja seseorang yang melakukan suatu aktivitas.
c) Pengukuran waktu kedipan
mata: Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat beban
kerja yang dialami oleh seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya
durasi kedipan matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan
(tidak terbebani mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif
cepat.
d) Pola gerakan bola mata: Umumnya gerakan bola mata yang berirama akan
menimbulkan beban kerja yang optimal dibandingkan dengan gerakan bola mata yang
tidak beraturan.
Pengukuran dengan metode lainnya:
Alat ukur Flicker: Alat ini dapat menunjukkan
perbedaan performansi mata manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap
individu. Perbedaan nilai flicker ini umumnya sangat dipengaruhi oleh
berat/ringannya pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan kerja mata.
Ukuran performansi kerja operator. Ukuran-ukuran ini antara lain adalah:
- Jumlah kesalahan
(error)
- Perubahan laju hasil
kerja (work rate).
3.
Pengukuran Beban Kerja Secara Subyektif
Yaitu pengukuran beban kerja di mana sumber
data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini merupakan
salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala psikometri untuk
mengukur beban kerja mental.
Cara membuat skala tersebut dapat dilakukan
baik secara langsung (terjadi secara spontan) maupun tidak langsung (berasal
dari respon eksperimen). Metode pengukuran yang digunakan adalah dengan memilih
faktor-faktor beban kerja mental yang berpengaruh dan memberikan rating
subjektif. Tahapan Pengukuran Beban
Kerja Mental Secara Subyektif :
a)
Menentukan
faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan yang diamati.
b)
Menentukan
range dan nilai interval.
c)
Memilih
bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk tugas-tugas-tugas yang
spesifik.
d)
Menentukan
kesalahan subjektif yang diperhitungkan berpengaruh dalam memperkirakan dan
mempelajari beban kerja.
Tujuan Pengukuran
Beban Kerja Mental Secara Subjektif
a)
Menentukan skala terbaik berdasarkan perhitungan
eksperimental dalam percobaan.
b)
Menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan
yang berbeda.
c)
Mengidentifikasi faktor beban kerja mental yang
secara signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan subjektif
dengan menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu.
Metode Pengukuran
Beban Kerja Mental Secara Subjektif
a)
NASA-TLX
Dikembangkan
oleh NASA Ames Research Center. NASA-Task Load Index adalah prosedur rating
mutidimensional, yang membagi beban kerja (workload) atas dasar
rata-rata pembebanan 6 subskala yaitu:
a)
Mental demands
b)
Physical demands
c)
Temporal demands
3
subskala di atas berhubungan dengan orang yang dinilai/diukur (object
assessment).
a)
Own performance
b)
Effort
c)
Frustation
3 subskala ini berhubungan
dengan interaksi antara subjek dengan pekerjaannya (task).
b)
Harper
Qoorper Rating (HQR)
Yaitu suatu alat pengukuran beban kerja dalam
hal ini untuk analisis handling quality dari perangkat terbang di dalam cockpit
yang terdiri dari 10 angka rating dengan masing-masing keterangannya yang
berurutan mulai dari kondisi yang terburuk hingga kondisi yang paling baik,
serta kemungkinan-kemungkinan langkah antisipasinya.
Rating ini dipakai oleh pilot evaluator untuk menilai kualitas kerja
dari perangkat yang diuji di dalam kokpit pesawat terbang.
c)
Task
Difficulty Scale
a)
Dikembangkan dan dipakai oleh AIRBUS Co. Perancis
untuk menguji beban kerja statik di dalam rangka program sertifikasi
pesawat-pesawat yang baru dikembangkannya.
b)
Prinsip kerjanya hampir sama dengan prinsip kerja
HQR tetapi lebih menekankan kepada bagaimana cara menilai tingkat kesulitan
dari pengoperasian instrumen-instrumen kontrol di dalam kokpit.
d)
Subjective
Workload Assessment Technique (SWAT)
Dikembangkan oleh Harry G. Armstrong,
Aerospace Medical Research Laboratory Wright-Patterson Air Force Base, Ohio,
USA untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengukur beban kerja dalam
lingkungan yang sebenarnya (real world environment).
Dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT :
Scale Development
Subjek (orang) diminta
untuk melakukan pengurutan kartu sebanyak 27 kartu kombinasi dari urutan beban
kerja terendah sampai beban kerja tertinggi menurut persepsi masing-masing
subjek.
Event Scoring
Di sini subjek (orang)
ditanyakan SWAT rating-nya dari masing-masing task, kemudian SWAT rating
tersebut dihitung dengan menggunakan SWAT program di dalam komputer untuk
mengetahui workload score dari masing-masing kombinasinya.
Menurut SWAT model, performansi
kerja manusia terdiri dari 3 dimensi ukuran beban kerja yaitu:
a.
Time Load (T), terdiri dari tiga
kategori rating yaitu : time load rendah, time load menengah, dan time load
tinggi.
b. Mental Effort Load, yang terdiri dari tiga
kategori rating yaitu: mental effort rendah, mental effort menengah, dan mental
effort tinggi.
c.
Psychological Stress Load, yang terdiri dari tiga
kategori rating yaitu : psychological stress rendah, psychological stress
menengah, dan psychological stress tinggi.
Pengukuran dengan Metode SWAT
Pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat digunakan pada:
Dunia penerbangan
Sektor industri, seperti pada pabrik-pabrik tekstil, pabrik-pabrik
(perakitan) kendaraan bermotor, dan pabrik-apbrik (perusahaan) yang memerlukan
tingkat kecermatan yang tinggi
Sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para
pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.
Cara Pelaksanaan Pengukuran Metode SWAT
- Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
pengukuran kepada subjek (orang) yang akan diteliti.
- Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus
diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload
yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap
subjek.
- Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh
subjek, kemudian di‘download’ di computer-program SWAT
sehingga didapatkan nilai dari SWAT score untuk tiap subjek.
- Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer
mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai
kombinasi dari beban kerjanya (workload), yang terdiri dari :
- Time Load (T) : rendah, menengah, dan tinggi.
- Mental Effort Load (E) : rendah, menengah, dan
tinggi.
- Psychological Stress Load (S) : rendah, menengah,
dan tinggi.
Bila
nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40, maka
performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka
beban kerjanya (workload) tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak
bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.
5.
Meng-assess pekerjaan kepada subjek, kemudian
ditanyakan apakah pekerjaan yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban
kerjanya (kombinasi dari Time Load, Mental Effort, da Stress Load)
dikategorikan sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah, menengah, atau
tinggi menurut yang bersangkutan.
6.
Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah
pekerjaan tersebut termasuk ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban
kerja tinggi, sehingga dapat diantisipasi langkah selanjutnya.
BAB
IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Perbedaan antara beban kerja fisik dan beban
kerja mental
beban kerja fisik
|
beban
kerja mental
|
1. mengandalkan kegiatan fisik
2.dipengaruhi faktor eksternal dan Faktor internal
3.
dapat dilakukan pengukuran dengan data-data kuantitatif
|
1. kelebihan
kapasitas maksimum beban mental
2. dipengaruhi faktor psikologis
3. dapat dilakukan pengukuran dengan
data-data kuantitatif
|
Manusia sebagai salah satu komponen penting
dalam organisasi maupun kegiatan industri (baik yang menghasilkan produk maupun
jasa) memiliki keterbatasan dan kelebihan satu dengan lainnya. Agar manusia ini
dapat bekerja dan menghasilkan suatu output yang optimal maka penting untuk
diperhatikan berbagai aspek terkait dengan manusia tersebut. Human factor
sebagai salah satu unsur keilmuan yang sangat erat kaitannya dengan aspek
manusia menjadi penting untuk diperhatikan. Untuk itu, berbagai metoda yang
dilakukan untuk mendekati dan menentukan karakteristik pada manusia terkait
dengan human factor. Salah satu hal yang dilakukan yakni dengan menentukan
beban kerja pada manusia tersebut khususnya yang terkait dengan beban kerja
fisik dan beban kerja mental. Hal ini sangat bermanfaat guna mengetahui dan
memahami manusia yang akan melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang sangat
spesifik.
B. Saran
diharapkan akan
tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga
kerja. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja sehingga akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja. Hal
tersebut akan dapat terlaksana dengan adanya kebijaksanaan manajemen dan
komitmen dari manajemen untuk selalu memperhatikan penanganan lingkungan yang
berkesinambungan dan kerja sama antara pihak pengusaha sebagai pemberi
fasilitas dan tenaga kerja sebagai pengguna fasilitas, dimana masing-masing
pihak menyadari tugasnya dalam rangka menciptakan tempat kerja yang aman dan
nyaman dan sebisa mungkin tenaga kerja dapat meminimalisir kelelahan kerja
akibat beban kerj afisik maupun beban kerja mental.